PEMANASAN GLOBAL
Pemanasan global atau Global
Warming adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi.Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah
meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun
terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan
bahwa, "sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan
abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat
aktivitas manusia"[1] melalui efek rumah kaca. Kesimpulan dasar ini telah
dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua
akademi sains nasional dari negara-negara G8. Akan tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa
kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut.Model iklim yang dijadikan acuan oleh
projek IPCC menunjukkan suhu permukaan global akan meningkat 1.1 hingga
6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F)antara tahun 1990 dan 2100.[1] Perbedaan
angka perkiraan itu disebabkan oleh penggunaan skenario-skenario berbeda
mengenai emisi gas-gas rumah kaca di masa mendatang, serta model-model
sensitivitas iklim yang berbeda. Walaupun sebagian besar penelitian terfokus
pada periode hingga 2100, pemanasan dan kenaikan muka air laut diperkirakan
akan terus berlanjut selama lebih dari seribu tahun walaupun tingkat emisi gas
rumah kaca telah stabil.[1] Ini
mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan.
Meningkatnya suhu global diperkirakan
akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air
laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrim,[2] serta
perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang
lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan.Beberapa
hal-hal yang masih diragukan para ilmuwan adalah mengenai jumlah pemanasan yang
diperkirakan akan terjadi di masa depan, dan bagaimana pemanasan serta
perubahan-perubahan yang terjadi tersebut akan bervariasi dari satu daerah ke
daerah yang lain. Hingga saat ini masih terjadi perdebatan politik dan publik
di dunia mengenai apa, jika ada, tindakan yang harus dilakukan untuk mengurangi
atau membalikkan pemanasan lebih lanjut atau untuk beradaptasi terhadap
konsekuensi-konsekuensi yang ada. Sebagian besar pemerintahan negara-negara di
dunia telah menandatangani dan meratifikasi Protokol Kyoto, yang mengarah pada pengurangan emisi
gas-gas rumah kaca.
PENYEBABAB
PEMANASAN GLOBAL
1) Efek rumah kaca
Segala sumber energi yang terdapat di
Bumi berasal dari Matahari. Sebagian besar
energi tersebut berbentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika energi
ini tiba permukaan Bumi, ia berubah dari cahaya menjadi panas yang
menghangatkan Bumi. Permukaan Bumi, akan menyerap sebagian panas dan
memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini berwujud radiasi infra merah gelombang
panjang ke angkasa luar. Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer
bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara lain uap air, karbon dioksida,sulfur dioksida dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini.
Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan
Bumi dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi. Keadaan ini
terjadi terus menerus sehingga mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat.Gas-gas tersebut berfungsi
sebagaimana gas dalam rumah kaca. Dengan semakin meningkatnya
konsentrasi gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak panas yang terperangkap di
bawahnya.Efek rumah kaca ini di butuhkan oleh makhluk hidup yang ada di bumi,
karena tanpanya, planet ini akan menjadi sangat dingin. Dengan suhu rata-rata
sebesar 15 °C bumi sebenarnya telah lebih panas 33 °C dari suhunya
semula, jika tidak ada efek rumah kaca suhu bumi hanya -18 °C sehingga es
akan menutupi seluruh permukaan Bumi. apabila gas-gas tersebut telah berlebihan
di atmosfer, akan mengakibatkan pemanasan global.
2) Efek umpan balik
Anasir penyebab pemanasan global juga
dipengaruhi oleh berbagai proses umpan balik yang dihasilkannya. contoh adalah
pada penguapan air. Pada kasus pemanasan akibat
bertambahnya gas-gas rumah kaca seperti CO2, pemanasan pada awalnya
akan menyebabkan lebih banyaknya air yang menguap ke atmosfer. Karena uap air
sendiri merupakan gas rumah kaca, pemanasan akan terus berlanjut dan menambah
jumlah uap air di udara sampai tercapainya suatu kesetimbangan konsentrasi uap
air. Efek rumah kaca yang dihasilkannya lebih besar bila dibandingkan oleh
akibat gas CO2 sendiri. (Walaupun umpan balik ini meningkatkan
kandungan air absolut di udara, kelembaban relatif udara hampir konstan atau
bahkan agak menurun karena udara menjadi menghangat). Umpan balik ini hanya
berdampak secara perlahan-lahan karena CO2 memiliki usia yang
panjang di atmosfer.Bila dilihat dari bawah, awan akan memantulkan kembali
radiasi infra merah ke permukaan, sehingga akan meningkatkan efek pemanasan.
Sebaliknya bila dilihat dari atas, awan tersebut akan memantulkan sinar
Matahari dan radiasi infra merah ke angkasa, sehingga meningkatkan efek
pendinginan. Apakah efek netto-nya menghasilkan pemanasan atau pendinginan
tergantung pada beberapa detail-detail tertentu seperti tipe dan ketinggian
awan tersebut. Detail-detail ini sulit direpresentasikan dalam model iklim,
antara lain karena awan sangat kecil bila dibandingkan dengan jarak antara
batas-batas komputasional dalam model iklim. Walaupun demikian, umpan balik
awan berada pada peringkat dua bila dibandingkan dengan umpan balik uap air dan
dianggap positif dalam semua model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC
ke Empat.
Umpan balik penting lainnya adalah
hilangnya kemampuan memantulkan cahaya (albedo) oleh es. Ketika suhu global
meningkat, es yang berada di dekat kutub mencair dengan kecepatan yang terus
meningkat. Bersamaan dengan melelehnya es tersebut, daratan atau air di
bawahnya akan terbuka. Baik daratan maupun air memiliki kemampuan memantulkan
cahaya lebih sedikit bila dibandingkan dengan es, dan akibatnya akan menyerap
lebih banyak radiasi Matahari. Hal ini akan menambah pemanasan dan menimbulkan
lebih banyak lagi es yang mencair, menjadi suatu siklus yang
berkelanjutan.Umpan balik positif akibat terlepasnya CO2 dan CH4 dari
melunaknya tanah beku (permafrost) adalah mekanisme lainnya yang
berkontribusi terhadap pemanasan. Selain itu, es yang meleleh juga akan melepas
CH4 yang juga menimbulkan umpan balik positif.
Kemampuan lautan untuk menyerap karbon
juga akan berkurang bila ia menghangat, hal ini diakibatkan oleh menurunya
tingkat nutrien pada zona mesopelagic sehingga membatasi pertumbuhandiatom daripada fitoplankton yang merupakan penyerap karbon
yang rendah.
Variasi Matahari
Ada beberapa hasil penelitian yang
menyatakan bahwa kontribusi Matahari mungkin telah diabaikan dalam pemanasan
global. Dua ilmuan dariDuke University memperkirakan bahwa Matahari mungkin
telah berkontribusi terhadap 45-50% peningkatan suhu rata-rata global selama
periode 1900-2000, dan sekitar 25-35% antara tahun 1980 dan 2000.[10] Stott dan rekannya mengemukakan bahwa model iklim
yang dijadikan pedoman saat ini membuat perkiraan berlebihan terhadap efek
gas-gas rumah kaca dibandingkan dengan pengaruh Matahari; mereka juga
mengemukakan bahwa efek pendinginan dari debu vulkanik dan aerosol sulfat juga
telah dipandang remeh.[11] Walaupun demikian, mereka menyimpulkan bahwa bahkan
dengan meningkatkan sensitivitas iklim terhadap pengaruh Matahari sekalipun,
sebagian besar pemanasan yang terjadi pada dekade-dekade terakhir ini
disebabkan oleh gas-gas rumah kaca.
Pada tahun 2006, sebuah tim ilmuan dari Amerika Serikat, Jerman dan Swiss menyatakan bahwa mereka tidak menemukan adanya
peningkatan tingkat "keterangan" dari Matahari pada seribu tahun
terakhir ini. Siklus Matahari hanya memberi peningkatan kecil sekitar 0,07%
dalam tingkat "keterangannya" selama 30 tahun terakhir. Efek ini
terlalu kecil untuk berkontribusi terhadap pemansan global.[12][13] Sebuah penelitian oleh Lockwood dan Fröhlich
menemukan bahwa tidak ada hubungan antara pemanasan global dengan variasi
Matahari sejak tahun 1985, baik melalui variasi dari output Matahari maupun
variasi dalam sinar kosmis.[14]
MENGUKUR PEMANASAN GLOBAL
ada awal 1896, para ilmuan beranggapan
bahwa membakar bahan bakar fosil akan mengubah komposisi atmosfer dan dapat
meningkatkan suhu rata-rata global. Hipotesis ini dikonfirmasi tahun 1957 ketika
para peneliti yang bekerja pada program penelitian global yaitu International
Geophysical Year, mengambil sampel atmosfer dari puncak gunung Mauna Loa di Hawai.
Hasil pengukurannya menunjukkan terjadi
peningkatan konsentrasi karbon dioksida di atmosfer. Setelah itu, komposisi
dari atmosfer terus diukur dengan cermat. Data-data yang dikumpulkan
menunjukkan bahwa memang terjadi peningkatan konsentrasi dari gas-gas rumah
kaca di atmosfer.
Para ilmuan juga telah lama menduga
bahwa iklim global
semakin menghangat, tetapi mereka tidak mampu memberikan bukti-bukti yang
tepat. Suhu terus bervariasi dari waktu ke waktu dan dari lokasi yang satu ke
lokasi lainnya. Perlu bertahun-tahun pengamatan iklim untuk memperoleh
data-data yang menunjukkan suatu kecenderungan (trend) yang jelas.
Catatan pada akhir 1980-an agak memperlihatkan kecenderungan penghangatan ini,
akan tetapi data statistik ini hanya sedikit dan tidak dapat dipercaya.
Stasiun cuaca pada awalnya, terletak dekat
dengan daerah perkotaan sehingga pengukuran suhu akan dipengaruhi oleh panas
yang dipancarkan oleh bangunan dan kendaraan dan juga panas yang disimpan oleh
material bangunan dan jalan. Sejak 1957, data-data diperoleh dari stasiun cuaca
yang terpercaya (terletak jauh dari perkotaan), serta dari satelit. Data-data ini memberikan pengukuran
yang lebih akurat, terutama pada 70 persen permukaan planet yang tertutup
lautan. Data-data yang lebih akurat ini menunjukkan bahwa kecenderungan
menghangatnya permukaan Bumi benar-benar terjadi. Jika dilihat pada akhir abad
ke-20, tercatat bahwa sepuluh tahun terhangat selama seratus tahun terakhir
terjadi setelah tahun 1980, dan tiga tahun terpanas terjadi setelah tahun 1990,
dengan 1998 menjadi yang paling panas.
Dalam laporan yang dikeluarkannya tahun
2001, Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan
bahwa suhu udara global telah meningkat 0,6 derajat Celsius (1 derajat
Fahrenheit) sejak 1861. Panel setuju bahwa pemanasan tersebut terutama
disebabkan oleh aktivitas manusia yang menambah gas-gas rumah kaca ke atmosfer.
IPCC memprediksi peningkatan suhu rata-rata global akan meningkat 1.1
hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan
2100.
IPCC panel juga memperingatkan, bahwa
meskipun konsentrasi gas di atmosfer tidak bertambah lagi sejak tahun 2100,
iklim tetap terus menghangat selama periode tertentu akibat emisi yang telah
dilepaskan sebelumnya. karbon dioksida akan tetap berada di atmosfer selama
seratus tahun atau lebih sebelum alam mampu menyerapnya kembali.[15]
Jika emisi gas rumah kaca terus
meningkat, para ahli memprediksi, konsentrasi karbondioksioda di atmosfer dapat
meningkat hingga tiga kali lipat pada awal abad ke-22 bila dibandingkan masa
sebelum era industri. Akibatnya, akan terjadi perubahan iklim secara dramatis.
Walaupun sebenarnya peristiwa perubahan iklim ini telah terjadi beberapa kali
sepanjang sejarah Bumi, manusia akan menghadapi masalah ini dengan risiko
populasi yang sangat besar.
Mode Iklim
Para ilmuan telah mempelajari pemanasan
global berdasarkan model-model computer berdasarkan prinsip-prinsip dasar
dinamikan fluida, transfer radiasi, dan proses-proses lainya, dengan beberapa
penyederhanaan disebabkan keterbatasan kemampuan komputer. Model-model ini
memprediksikan bahwa penambahan gas-gas rumah kaca berefek pada iklim yang
lebih hangat.[16] Walaupun
digunakan asumsi-asumsi yang sama terhadap konsentrasi gas rumah kaca di masa
depan, sensitivitas iklimnya masih akan
berada pada suatu rentang tertentu.
Dengan memasukkan unsur-unsur ketidakpastian
terhadap konsentrasi gas rumah kaca dan pemodelan iklim, IPCC memperkirakan
pemanasan sekitar 1.1 °C hingga 6.4 °C (2.0 °F hingga
11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.[1] Model-model
iklim juga digunakan untuk menyelidiki penyebab-penyebab perubahan iklim yang
terjadi saat ini dengan membandingkan perubahan yang teramati dengan hasil
prediksi model terhadap berbagai penyebab, baik alami maupun aktivitas manusia.
Model iklim saat ini menghasilkan
kemiripan yang cukup baik dengan perubahan suhu global hasil pengamatan selama
seratus tahun terakhir, tetapi tidak mensimulasi semua aspek dari iklim.[17] Model-model
ini tidak secara pasti menyatakan bahwa pemanasan yang terjadi antara tahun
1910 hingga 1945 disebabkan oleh proses alami atau aktivitas manusia; akan
tetapi; mereka menunjukkan bahwa pemanasan sejak tahun 1975 didominasi oleh emisi
gas-gas yang dihasilkan manusia.
Sebagian besar model-model iklim, ketika
menghitung iklim di masa depan, dilakukan berdasarkan skenario-skenario gas
rumah kaca, biasanya dari Laporan Khusus terhadap Skenario Emisi (Special Report on Emissions Scenarios / SRES)
IPCC. Yang jarang dilakukan, model menghitung dengan menambahkan simulasi
terhadap siklus karbon; yang biasanya
menghasilkan umpan balik yang positif, walaupun responnya masih belum pasti
(untuk skenario A2 SRES, respon bervariasi antara penambahan 20 dan 200 ppm
CO2). Beberapa studi-studi juga menunjukkan beberapa umpan balik
positif.[18][19][20]
Pengaruh awan juga merupakan salah satu
sumber yang menimbulkan ketidakpastian terhadap model-model yang dihasilkan
saat ini, walaupun sekarang telah ada kemajuan dalam menyelesaikan masalah ini.[21] Saat
ini juga terjadi diskusi-diskusi yang masih berlanjut mengenai apakah
model-model iklim mengesampingkan efek-efek umpan balik dan tak langsung
dari variasi Matahari.
DAMPAK
PEMANASAN GLOBAL
Para
ilmuan menggunakan model komputer dari suhu, pola presipitasi, dan sirkulasi
atmosfer untuk mempelajari pemanasan global. Berdasarkan model tersebut, para
ilmuan telah membuat beberapa prakiraan mengenai dampak pemanasan global
terhadap cuaca, tinggi permukaan air laut, pantai, pertanian, kehidupan hewan liar dan kesehatan manusia.
Peningkatan
permukaan laut
Ketika atmosfer menghangat, lapisan
permukaan lautan juga akan menghangat, sehingga volumenya akan membesar dan
menaikkan tinggi permukaan laut. Pemanasan juga akan mencairkan banyak es di
kutub, terutama sekitar Greenland, yang lebih
memperbanyak volume air di laut. Tinggi muka laut di seluruh dunia telah
meningkat 10 – 25 cm (4 - 10 inchi) selama abad ke-20, dan para ilmuan
IPCC memprediksi peningkatan lebih lanjut 9 – 88 cm (4 - 35 inchi) pada
abad ke-21.
Perubahan tinggi muka laut akan sangat
memengaruhi kehidupan di daerah pantai. Kenaikan 100 cm (40 inchi) akan
menenggelamkan 6 persen daerahBelanda, 17,5 persen
daerah Bangladesh, dan banyak
pulau-pulau. Erosi dari tebing, pantai, dan bukit pasir akan meningkat.
Ketika tinggi lautan mencapai muara sungai, banjir akibat air pasang akan
meningkat di daratan. Negara-negara kaya akan menghabiskan dana yang sangat
besar untuk melindungi daerah pantainya, sedangkan negara-negara miskin mungkin
hanya dapat melakukan evakuasi dari daerah pantai.
Bahkan sedikit kenaikan tinggi muka laut
akan sangat memengaruhi ekosistem pantai. Kenaikan 50 cm (20 inchi) akan
menenggelamkan separuh dari rawa-rawa pantai di Amerika Serikat. Rawa-rawa baru
juga akan terbentuk, tetapi tidak di area perkotaan dan daerah yang sudah
dibangun. Kenaikan muka laut ini akan menutupi sebagian besar dari Florida Everglades.
Gangguan
ekologis
Hewan dan tumbuhan menjadi makhluk hidup
yang sulit menghindar dari efek pemanasan ini karena sebagian besar lahan telah
dikuasai manusia. Dalam pemanasan global, hewan cenderung untuk bermigrasi ke
arah kutub atau ke atas pegunungan. Tumbuhan akan mengubah arah pertumbuhannya,
mencari daerah baru karena habitat lamanya menjadi terlalu hangat. Akan tetapi,
pembangunan manusia akan menghalangi perpindahan ini. Spesies-spesies yang
bermigrasi ke utara atau selatan yang terhalangi oleh kota-kota atau lahan-lahan
pertanian mungkin akan mati. Beberapa tipe spesies yang tidak mampu secara
cepat berpindah menuju kutub mungkin juga akan musnah.
Suhu
global cenderung meningkat
Orang mungkin beranggapan bahwa Bumi
yang hangat akan menghasilkan lebih banyak makanan dari sebelumnya, tetapi hal
ini sebenarnya tidak sama di beberapa tempat. Bagian Selatan Kanada, sebagai
contoh, mungkin akan mendapat keuntungan dari lebih tingginya curah hujan dan
lebih lamanya masa tanam. Di lain pihak, lahan pertanian tropis semi kering di
beberapa bagian Afrikamungkin tidak
dapat tumbuh. Daerah pertanian gurun yang menggunakan air irigasi dari
gunung-gunung yang jauh dapat menderita jika snowpack (kumpulan
salju) musim dingin, yang berfungsi sebagai reservoir alami, akan mencair
sebelum puncak bulan-bulan masa tanam. Tanaman pangan dan hutan dapat mengalami
serangan serangga dan penyakit yang lebih hebat.